CINTA DAN BADAI JAMAN



Penulis
  Kompas Gandasuli, (ST) 


Pernah kita satu hati, dipertemukan bukan karena irisan geneologis, bukan pula karena tendensi sepihak. Kita pernah satu hati, karena terdapat potensi yang cukup potensial dapat mengikis dimensi isi semesta serta memarginalkan komunitas desa. Dan kita, akhirnya semaikan sebuah harapan baru sebagai dasar untuk bergerak. 

Kelak, entah kapan, tapi, akan ku narasikan kisah kalian, kisah kita bersama. Bahwa kikisan, retakan itulah menghendaki kita untuk melangkah, berkata, bertutur, bersikap dan bertindak sewajarnya, tak lebih dari pemberontak. Namun, prinsip belarasa, welas asih terus kita sematkan baik sikap maupun tindakan. 

Di sudut ruang dan waktu, kita benihkan pelita yang tak lain, adalah untuk menangkis gelap dalam percikan cahaya. Yang terus menerus menerabas untuk hentikan tuturan serta tindakan yang sudah kita semaikan. 

Potensi memberontak di setiap jiwa kalian cukup merekah. Memberontak karena cinta, kata Albert Camus. Aku melihatnya, melihat potensi itu. Kalian telah meretaskan jalannya, dan berpijak di dalamnya.

Namun, perlu ikhtiar, karena tiap pijakan, sudah barang tentu akan ditantang oleh jaman. Setiap jaman punya keunikan, punya potensi badai yang dapat menggilas, menghapus jejak yang pernah disemai dan diasah. Persaudaraan, tolong-menolong, moral, etika suatu kelak akan digilas oleh kekuatan individualisme dan ekonomisme. Sehingga manusia menurut Hobbes, adalah serigala bagi yang lain.

Menghadapi jaman, kita tak cukup  beradaptasi, bertahan. Harus lebih dari itu, yakni, menantang jaman, memberontak atas nama jaman adalah, jauh lebih produktif. 

Jadi pemberontak atas nama jaman, adalah upaya membenihkan cinta. Cinta kata Erick Fromm, adalah perhatian, tanggung jawab dan kepedulian. Cinta tanpa tiga hal itu adalah omong-kosong.

Dan, untuk sampai pada puncak itu (cinta), kata Fromm, orang perlu berbenah diri, melatih menyuburkan cinta yang produktif dalam diri dan mendisiplinkan diri. Intinya adalah, seseorang dikatakan mencintai jika terus mengasah kemampuan untuk bermesraan dengan apa yang disebut perhatian, tanggung jawab dan kepedulian.

Mencintai adalah menghidupkan kehidupan, menghidupkan kemanusiaan, menaklukkan jaman. Jika ditaklukkan oleh jaman, artinya kemampuan kita soal cinta masih benar-benar jongkok. Sehingga benih cinta yang sudah kita semai pun tergilas dan terhapus oleh badai jaman.

Mencinta itu bukan menerima, tetapi, mencintai adalah memberi. Kemampuan memberi adalah esensi dasar dari cinta atas nama manusia. 

Memberi adalah kemampuan berbagi rasa, berbagi ide dan membangun hubungan baik dengan semua orang, sekalipun orang asing. Inilah yang disebut Paulo Freire, sebagai cinta yang memanusiakan manusia. Sekalipun orang asing, yang perlu diketahui adalah, bahwa setiap orang punya kapasitas tertentu untuk saling mengembangkan. Pertemuan kita, yang tengah berlangsung tak lain dan tak bukan adalah upaya membenihkan rasa cinta

Catatan cakar ayam ini adalah, hanyalah sebuah alarm, sebuah penanda teruntuk kita, bahwa cinta dan badai jaman ibarat dua sisi mata uang.

Bila cinta mengalahkan badai jaman, maka kita sudah benar-benar bermesraan dengan esensi cinta paling dasar. Bila cinta yang selama ini kita semai dan mekarkan tak punya efek menggerakkan, maka, kita benar-benar takluk oleh jaman. Alias, tak ada upaya sungguh-sungguh untuk mencintai sesama manusia.

Mencintai berarti saling membantu, memberi, mempererat persaudaraan, kebersamaan, dan paling penting adalah saling menggerakkan serta mengembangkan kapasitas intelektual, integritas dan moralitas. [...]


Komentar

Postingan populer dari blog ini

HADRAT

KIE BESI DAN PERSEBARAN ORANG MAKEANG