Goa Talaga Biru dan Kekuasaan Tak Terlihat
Oleh : Isdan Lasine
(Anggota kompas Gandasuli)
Awan pagi berserakan
dilangit Saruma, di bawah kaki
gunung Sibela,
tepatnya didesa Gandasuli 05/04/20. KOMPAS (Komunitas Pelestarian Satwa Sibela) bersama rekan-rekan SILVA
STP Labuha memulai perjalanan menggilas
jalur aspal dengan menggunakan
kendaraan sepeda
motor. Kami
berjumlah 14 orang melaju melewati jalan lintas yang menanjak nan berliku-liku dipesisir desa-desa, Kecamatan bacan.
Setelah menempuh perjalanan
kurang lebih 1 jam lamanya,akhirnya
kami tiba di jalan masuk gua, tepatnya di samping kiri jalan utama di kawasan
desa Sumae. Jalan masuk
ini tertulis: “Selamat datang di Gua Talaga Biru Sumae”. Bersama beberapa rekan (Farid,Misna dan Saiful) kami menuju ke desa untuk melaporkan pada pemerintah desa. Bapak Pati, sekertaris desa menyambut kami dengan baik, dan mulai
mengobrol lalu kami sampaikan maksud dan tujuan,yakni menyusuri
gua serta
melakukan
pengamatan satwa liar di
hutan sekitar.
Adakah masyarakat desa ini yang sering menangkap atau penembak
burung?Tanya saya
kepada pak sekretaris. Masyarakat disini sudah tidak
ada yang menangkap atau menembak burung setelah mendapat surat edaran dari
dinas BKSDA.Jawab Pati. Kalau gua talaga biru ada ceritanya atau sejarahnya? Ia, Bapak Pati,mengisah kan dulu kami
pernah menemukan pecahan piring, botol dan belangan (kuali) di dalam gua. Mungkin dulunya,ada orang pernah tempati gua ini dan entah orang dari mana. Menurutnya, di dinding juga ada
tulisan yang bertuliskan
nama Allah dan Muhammad.
Kami pun berpamitan untuk kembali pada teman-temanyang sedang menunggu di
depan jalan masuk. Dari jalan utama menuju ke gua, jaraknya berkisar 100 meter terdapat tempat wisata
dengan tempat duduk panjang menggunakan
papan,
ada juga yang
berbentuk payung dan
suasana sangat adem. Terdapat 8 tempat duduk dan sebuah base campnya Bumdes.Tetapi, sangat disayangkan karenawisata yang dibangun oleh Bumdes ini tak lagi terurus.
Jarak antara gua dan tempat wisata berkisar 50 meter. Di depan gua terdapat tangga beton,dan tepat di depan pintu masuk,semua senter yang kami bawa dihidupkan. Semakin kedalam suasana semakin gelap buta dan kami terus menyusurinya dengan jalur berliku-liku, terkadang harus mandi becek(pece).
Batu-batu meruncing tajam kebawah dan dari bawah keatas. Hawa
dingin merasuki tubuh tak berdiam dalam suasana sepi nan senyap. Ratusan ekor kelelawar terlihat begitu nakal, menabrak dan bahkan kami diberaki olehnya.
Tiba-tiba pikiran saya kembali pada masa silam, yakni masa di mana manusia yang hidup di gua-gua
atau disebut manusia purba (mosalitikum).
Pikiran saya ini terjahit kembali oleh penggal informasi dari pak Pati, sekretaris desa yakni, beberapa benda peninggalan (kebudayaan materil) merupakan fakta bahwa gua ini pernah dihuni oleh manusia sebelum ditemukan oleh warga desa.
Keberadaan Gua Talaga Biru
dihutan desa Sumae, Kecamatan
bacan perlu
mendapat
perhatian serius
oleh pemerintah daerah maupun para peneliti untuk menggali peradaban
masa silam.Sebab, gua
ini merupakan potensi wisata yang sangat potensial untuk dikembangkan.
Perjalanan Kompas bersama anggota SILVA STP di Gua Talaga Biru mengisah kanbahwa misteri alam terkadang sulit diterima oleh akal sehat. Tetapi, fenomena alam adalah fakta kekuasaan takterlihat secara mata telanjang maupun oleh akal sehat manusia. Suatu kekuasaan yang menganugrahkan potensi kepada manusia yang harusnya dilestarikan dan dikembangkan demi keberlangsungan
hidup manusia itu sendiri.
Komentar
Posting Komentar